WHAT'S NEW?
Loading...

Anaknya Meninggal, Ayah Tersebut Sumpahi Perawat| Bloggout

Medianers ~ Beberapa hari yang lalu penulis membaca postingan seorang ayah di medsos. Sang ayah tersebut begitu terpukul kehilangan putranya, ia menilai kepergian anaknya tidak wajar. Cuma mengalami demam, lalu di bawa berobat ke klinik. Di klinik anaknya mendapatkan terapi cairan dan di suntik.

Di akunnya, beliau menyatakan penyebab anaknya meninggal karena tindakan Perawat yg sudah menyuntik berulang-ulang sebanyak 8 kali. Dugaan penulis, mungkin ketika pemasangan jarum infus yg sulit, sehingga terjadi penusukan berulang. Pastinya penulis tidak mengetahui persis.

Banyak netizen berduka seraya bertanya tentang kronologis, si ayah tidak menjawab, jadi penulis urungkan buat bertanya jua sekedar mendapatkan keterangan valid.

Dewasa ini, berita di medsos tak jarang dijadikan referensi benar, sebagai akibatnya kebenaran yg lain tertutup. Dalam postingan seorang ayah tadi, jelas menyudutkan profesi Perawat, padahal Perawat bukan pada klinik loka beliau berobat saja, tapi berada pada seluruh nusantara bahkan di luar negri. Tapi mengapa dia menaruh sumpah serapah pada Perawat? Seharusnya ia meluapkan kemarahannya pada petugas klinik tadi, bukan menyapu higienis profesi Perawat.

Di pantau berdasarkan kaca mata hukum, apabila si ayah nir puas terhadap pelayanan klinik dimana diduga anaknya mangkat lantaran kelalaian perawat maka terdapat mekanisme aturan yg akan memproses serta membuktikannya. Tapi, apabila itu tidak ia laporkan, maka berarti postingannya merupakan fitnah yg keji terhadap profesi Perawat, patut pula dituntut secara hukum sang profesi Perawat, lantaran telah mencemarkan nama baik profesi Perawat di medsos.

Hingga hari ini Perawat Indonesia nir menuntut beliau, karena Perawat sangat memahami keadaan yang sedang dihadapi. Ini adalah masa sulit baginya, jika ini terjadi dalam penulis, kehilangan anak, tentunya juga akan melakukan penolakan. Sangat manusiawi jika berespon secara emosional. Kasus seperti itu, galat satu berdasarkan sekian perkara yang pernah dirasakan Perawat di pelayanan kesehatan. Tapi, Perawat mampu memahami lantaran menjadi berikut karena.

Memahami Lima Proses Kehilangan

Lima Proses Kehilangan (The Five Stages of Grief), pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Elisabeth Kübler-Ross dalam bukunya berjudul "On Death and Dying" terbitan tahun 1969. Lima proses menghadapi kehilangan tersebut juga di adopsi dalam konsep Keperawatan jiwa. Yang mana pasien dan keluarga akan melalui lima tahapan saat menghadapi kehilangan, tahapannya sebagai berikut:

1. Denial ( Menyangkal atau menolak)

Keluarga pasien kadang menyangkal kondisi yang dihadapi. Menolak menggunakan menyatakan tempo hari syarat pasien baik-baik saja, kenapa sanggup begini hari ini? Perubahan fisik: famili sanggup menangis, terlihat letih, lemah, gelisah, sesak nafas dan nadi cepat. Bahkan mengungkapkan "nir mungkin anak, istri atau ayah saya meninggal, tadi baik-baik saja, cuma suhu tubuhnya saja yang tinggi."

2. Anger ( Marah)

Tahap berikutnya, famili pasien akan marah. Menyadari bahwa sudah kehilangan anggota famili. Bila dalam tahap ini nir ada yang bisa menenangkan, maka bisa berpotensi kemarahan pada proyeksikan dalam orang lain, contohnya pada Perawat yg selalu menjaga pasien 24 jam. Kemarahan yang tak terkendali, kadang Perawat mampu saja dihadiahi kata-istilah kasar & dituding sebagai penyebab keluargannya meninggal.

3. Bergaining ( Tawar-menawar)

Pada tahap ketiga, famili akan berandai-andai. Serta berusaha merubah realita kehilangan, dengan cara berumpama. " Dari pada anak aku yang sakit atau mati, lebih baik nyawa aku saja ambil yang kuasa. " atau andai-andai lain, " Mungkin beliau tidak akan demam, lalu mati jika aku nir membiarkannya bermain di luar rumah." Dan, masih banyak kalimat penyesalan yg timbul pada diri, menjadi bentuk daya tawar supaya keluarganya nir jadi mangkat .

4. Depresi & menarik diri

Pada tahap lanjut, jika poin 1,2 dan tiga tidak teratasi, maka mampu berlanjut pada depresi, bahkan menarik diri berdasarkan lingkungan. Lebih senang menyendiri, susah tidur dan menolak makan.

5. Acceptance ( Menerima)

Bila proses berlanjut, pada termin ke lima keluarga akan belajar mendapat fenomena. Secara perlahan akan menerima kehilangan, dan mulai membuka diri, serta merelakan kepergian orang yang disayang. Kemudian akan memetik pesan yang tersirat dari segala proses kejadian.

Kira-kira demikianlah yang dirasakan seseorang dalam menghadapi kehilangan yang digambarkan oleh Dr. Elisabeth Kübler-Ross. Teori tersebut berdasarkan penelitian dan wawancaranya pada 500 pasien dan keluarga yang sedang menghadapi penyakit di pelayanan kesehatan.

Teori proses kehilangan atau berduka ini sangat layak dipahami oleh semua orang dalam menghadapi saat kehilangan anggota keluarga atau saat pasien menerima kondisi buruk kesehatannya. Sebab, akan ada konflik di pelayanan, manakala Perawat merespon dengan reaktif tentunya akan terjadi cekcok dan adu mulut. Tapi, dipahami tentunya Perawat profesional akan bisa mengatasi serta melalui dengan smart dan care.

Terkait kasus si Ayah yang kehilangan anak di atas, penulis ikut berduka, semoga anaknya ditempatkan di sisi yang layak di akhirat. Mulanya, ketika membaca postingan beliau, penulis cukup reaktif, tapi setelah memahami, apa yang di sampaikan si Ayah di medsos dan jadi viral tersebut, penulis bisa memahami apa yang ia rasakan. Insha allah, akan berakhir manis, bahwa Perawat Indonesia teruslah merawat bangsa, meskipun dihadapkan oleh berbagai persoalan. Takdir tidak bisa dilawan. Bila tuhan berkehendak apa yang kita sayangi dan cintai bisa diambil sekejap mata.(AntonWijaya)

0 comments:

Post a Comment

close
Banner iklan disini