Instruktur Latihan Pra Jabatan (LPJ) berkata kepada CPNS, " Anda ditugaskan beli buku di salah satu toko di pasar, dalam anggaran belanja, membeli 2 kodi buku seharga 500 ribu rupiah. Saat anda belanja, toko tempat anda belanja sedang promosi dan memberi diskon 20 persen".
Pertanyaannya," Bolehkah anda merogoh uang residu 20 persen tadi, dengan artian tidak mengembalikannya pada negara?" Tanya pelatih dalam CPNS.
"Boleh pak " CPNS menjawab serentak. Lalu, pelatih mengulas, " Apa alasan anda? " sembari meminta pendapat keliru seorang CPNS.
Dan, CPNS yg pada tunjuk menjawab, " Kan sesuai dengan aturan pak, dan bila pun uangnya aku ambil, kan nir ada yg dirugikan. Kebetulan aku di untungkan waktu belanja oleh toko yg lagi bonus.
"Oke terima kasih tanggapan anda" ucap instruktur. Dan, pelatih menceritakan pengalamannya waktu mengelola anggaran di loka ia kerja. Masa itu, anggaran yang kami kelola bersisa. Lantaran kreatif, sisa aturan tadi kami pakai buat pembangunan pagar kantor, supaya tempat kerja yang kami tempati terlihat rupawan.
Ternyata, apa yg terjadi? Kami terindikasi melawan aturan dengan delik aturan penyalahgunaan aturan & penyalahgunaan kewenangan. Dalam anggaran belanja negara, apa yang tertulis pada Rencana Anggaran Belanja (RAB) itulah yg dibeli. Apabila uangnya bersisa, maka harus di kembalikan pada negara.
Demikian jua menggunakan kewenangan, saya( kami) kata instruktur, ketika itu nir membuat perencanaan pembangunan pagar kantor, tanpa planning permanen kami bangun dengan dana residu. Artinya kami nir berwenang melakukan itu tanpa persetujuan.
Alhasil, sesudah terdapat pemeriksaan, uang terpaksa kami kembalikan pada negara, meskipun uang tersebut nyata kami gunakan buat pembangunan pagar tempat kerja, & satu rupiah pun uang tersebut tidak masuk saku kami, kata instruktur.
Kesimpulan, bagi aparatur sipil negara, yg wajib mereka lakukan merupakan apa yg tertulis di anggaran & perencanaan itulah yang di kerjakan, pada luar itu, bisa di katakan perbuatan melawan hukum. Sejatinya mengurus keuangan negara, nir sesederhana mengurus keuangan keluarga, yg mampu di alih fungsikan, tutup pelatih.
Menyikapi Rencana Pemerintah Menggunakan Dana Haji Untuk Pembangunan Infrastruktur
Siang ini( 30/8/2015), penulis cukup kaget membaca berita " Jokowi Ingin Dana Haji Diinvestasikan ke Infrastruktur". Berita tersebut dimuat oleh situs okezone.com. Begini isi beritanya:
BOGOR - Presiden Joko Widodo berkeinginan membentuk investasi, dari dana di Badan Pengelola Keuangan Haji yang jumlahnya triliunan, salah satunya adalah dalam bentuk infrastruktur.
"Karena menurut presiden, investasi berbentuk infrastruktur sangat menguntungkan," ujar Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, di Istana Bogor, Jumat (5/6/2015). Sekedar informasi, akumulasi dana setoran awal Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada 2014 mencapai Rp73,79 triliun. Bila ditarik sampai tahun 2022, diperkirakan bisa mencapai sekitar Rp147,67 triliun.
Dengan besaran dana itu, kata Lukman, Jokowi menginginkan dana tadi harus dikelola dengan baik menggunakan diisi oleh kalangan profesional, bukan dari orang-orang politik.
"Semua dana haji, dikelola badan keuangan pelaksanaan haji. Soal bentuk investasi apa nanti yang direalisasikan, itu ditangan pengelola. Itu kewengan penuh mereka, nanti dalam bentuk syariah," tuturnya.
Kata dia, siapapun yang akan mengisi BPKH harus profesional dalam menjalankan tugasnya.
"Harus profesional, bukan orang politik. Harus transparan dan akuntabel karena mengelola sangat besar," pungkasnya.(awl)/(sus)
Wacana pemerintah dari penulis rawan korupsi. Apabila dana haji nir sanggup di kembalikan lantaran terbenam pembangunan infrastruktur, apakah pemerintah mampu memberi agunan calon jemaah permanen berangkat haji? Atau pemerintah bisa menjamin uang mereka pada kembalikan .
Ini terindikasi menyalah gunakan kewenangan. Jika jemaah haji tidak menyetujui uangnya pada investasi kan. Calon jemaah haji membayar uang muka bukan untuk mendanai infrastruktur, tapi untuk berangkat haji. Pemerintah nir bisa se-enaknya memakai uang calon jemaah tanpa persetujuan. Apabila nir bisa mengelola keberangkatan, silahkan serahkan pada swasta.
Bicara investasi, bicara keuntungan. Apabila meminjam uang yang mampu di usaha kan, tentunya jemaah juga mendapat hasil (keuntungan) berdasarkan investasi tadi.
Penulis sangat setuju pembangunan infrastruktur dipercepat, tapi menggunakan cara yg benar, menggunakan cara yg absah dari aturan. Bukan menyalah pakai kewenangan. Atau ubah dulu peraturan, boleh kreatif dalam penggunaan anggaran. Dan, paling krusial dana haji bukanlah uang negara yang mampu dipakai pemerintah se-enaknya.
Udah embarkasi haji lama antrian, belum lagi konflik saat menunaikan haji. Idealnya, dana haji tadi bagaimana cara kementrian agama mengelola dan menggunakannya agar calon jemaah haji dapat berangkat cepat, aman & nyaman ketika menunaikan haji.(AntonWijaya)