WHAT'S NEW?
Loading...

Manajemen dan Struktur Penanggulangan Bencana Daerah | Bloggout

Ya ! Semua orang pasti berkeinginan membantu, namun tidak semua bantuan yang datang dibutuhkan oleh orang yang terdampar di daerah bencana. Bisa saja orang yang datang membantu yang butuh pertolongan di daerah bencana, mungkin karena kekurangan makanan atau fasilitas lainnya yang dibutuhkan tidak ada.

Atau koordinasi yang tidak berjalan sesama petugas dilapangan, antar relawan satu dengan yang lainnya tidak memahami tugas dan fungsinya masing-masing dengan baik, sehingga menambah kepanikan saja. Banyak hal yang wajib diketahui dalam penanggulangan bencana. Bukan soal moril atau bantuan materil saja. Yang utama sekali adalah pengelolaan dan manajemen bencana.

Untuk itu butuh perencanaan matang sebelum terjadinya bencana. Suatu daerah perlu memiliki pemetaan, daerah mana saja yang rawan bencana, perlu ada data konkret tentang berapa jumlah KK di daerah tersebut, apa saja jenis kelaminnya, termasuk rentang usia. Dan, jenis bencana apa yang mungkin terjadi pada daerah tersebut.

Anggap saja telah terjadi banjir bandang, akibat hujan deras selama 3 hari, di Kecamatan Payakumbuh Utara dan Payakumbuh Timur, tepatnya di empat kelurahan, yakni kelurahan Ampang Sirah, Kelurahan padang alai, Kelurahan Tanjung Anau, dan Kelurahan Balai Panjang, misalnya. Laporan warga setempat seluruh rumah warga terendam air setinggi 2 meter, diperkirakan pengungsi kurang lebih 1000 orang, belum teridentifikasi jenis kelamin, usia dan korban jiwa. Selaku penolong, apa yang harus dilakukan?

Jika ingin membantu, bantuan apa yang harus diberikan, dan apa saja persiapan untuk penanggulangan bencana tersebut, baik saat ini, maupun hingga tanggap darurat berakhir? Banyak sekali pertanyaan kritis yang butuh solusi cerdas dan efektif yang diambil secara cepat. Sebagaimana filosofi penanggulangan bencana, "Berpikir singkat, mengambil keputusan tepat" Ungkap salah seorang narasumber dari BPBD Sumbar saat memberi materi pelatihan.

Saat narasumber memberikan materi, hal utama sekali yang mereka paparkan adalah pemahaman tentang manajemen penanggulangan bencana. Ada struktur organisasi dalam pengelolaannya. Tidak bisa asal, atau jalan sendiri-sendiri antar instansi pemerintah. Butuh satu kesamaan persepsi dan komitmen.

Terkait penetapan status bencana, berdasarkan anggaran keuangan daerah dan kemampuan daerah. Lalu, bagaimana cara Sekda menetapkan status ini dengan cepat dan singkat? Jawabannya berdasarkan keputusan rapat darurat, masukan dari Kepala Pelaksana Harian (Kalaksa) BPBD, serta instansi terkait, seperti kepala Dinas Sosial, kepala dinas kesehatan, kepala dinas pekerjaan umum, Kepala dinas perhubungan, Kepala Satpol PP, Dandim, Kapolres, dan lain-lain.\

Jelas, setelah mendapat laporan, bahwa telah terjadi banjir bandang. Baik laporan dari masyarakat atau kepala kelurahan, maka Kalaksa BPBD akan menurunkan Tim Reaksi Cepat (TRC) ke lokasi bencana, tujuannya untuk mendapatkan data awal di lokasi kejadian peristiwa, hal apa yang dibutuhkan masyarakat, apakah itu perahu karet, tenda pengungsian, penerangan, makanan, selimut, air bersih, obat-obatan, dll.

Sambil jalan bantuan cepat boleh saja diberikan oleh instansi atau relawan mana saja, namun bantuan tersebut bukan dibawah koordinasi komandan penanggulangan bencana, pertanyaanya siapa yang menjadi komandan penanggulangan bencana untuk memberikan komando dilapangan? Pada prinsipnya, TRC tidak ditujukan untuk membantu korban, tapi mengumpulkan data secepat mungkin, data yang dikumpulkan tentunya sesuai standar prosedur operasional, melalui format kaji cepat.

Nah, hasil kaji cepat inilah yang dibutuhkan oleh Kalaksa untuk disampaikan kepada Sekda, dan Sekda menetapkan status bencana berdasarkan hasil data kaji cepat, yang disesuaikan dengan data sekunder dan keuangan daerah. Jika keuangan, peralatan, tenaga, dan fasilitasnya dimiliki maka Sekda akan menyampaikan pada walikota saat rapat darurat, bahwa ini merupakan bencana alam level kota, "selaku sekda, saya menetapkan status bencana level kota, dan pemerintah kota tanggap darurat selama 7 hari, bila memungkinkan status tanggap darurat bisa diperpanjang." Demikian. Namun, jika keuangan, SDM, dll, tidak memadai, maka penanggulangan bencana diserahkan pada pemerintah propinsi. Dan, masih tidak sanggup, maka status berubah menjadi bencana nasional, Basarnas akan turun tangan.

Perlu diketahui, dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, Sekda secara otomatis adalah ditetapkan sebagai Kepala BPBD. Setelah Sekda menetapkan status bencana, maka walikota mengaktifkan Komandan operasional lapangan dan komandan tanggap darurat. Untuk komandan operasional lapangan adalah Dandim, jika Dandim berhalangan, maka bisa saja dilimpahkan kepada Kapolres. Sedangkan untuk Komandan tanggap darurat ditunjuk Kalaksa BPBD. Penunjukan dan pengaktifan struktur organisasi penanggulangan bencana daerah ini juga telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, kepala daerah hanya tinggal mengaktifkan saja, dengan memerintahkan sekda membuatkan SK.

Setelah di-SK-kan, baik suratnya menyusul atau keluar hari itu juga, maka Dandim dan Kalaksa berkoordinasi terkait kebutuhan dilapangan. Dandim berubah status menjadi Komandan Operasional Lapangan dan Kalaksa sebagai Komandan tanggap darurat. Komandan operasional lapangan akan membentuk Pusdalops (Pusat Pengendalian Operasional). Di Pusdalops inilah koordinasi lintas sektor di atur, agar bantuan tepat guna. Bermanfaat, dan benar-benar seperti yang diharapkan korban bencana.

Apakah korban butuh tenda pengungsian, perahu karet, berapa jumlah? Apakah pengungsi butuh air bersih, penerangan, makanan dan selimut maka Pusdalops segera menginformasikan serta meminta pendirian tenda kepada bagian logistik, melengkapi kebutuhan makanan dan pendirian dapur umum kepada dinas sosial, termasuk kebutuhan obat-obatan, akan diinformasikan dan meminta bantuan pada tim kesehatan, dll, sehingga terciptanya komunikasi dan koordinasi lintas sektor yang baik dalam upaya penanggulangan bencana daerah. (Nurman)

0 comments:

Post a Comment

close
Banner iklan disini