WHAT'S NEW?
Loading...

Ketika Hadapi Persoalan Ini Bikin Perawat Stress| Bloggout

Perawat akan mampu mengambil suatu kesimpulan sesudah menyelidiki riwayat penyakit pasien. Seraya mampu mengetahui seluk-beluk kharakter & watak berbagai pasien & keluarga yg dihadapinya. Bila orangnya misalnya ini, maka reaksinya menanggapi sesuatu tentang akan misalnya ini. Hal demikian sanggup diketahui berdasarkan contoh yang sudah pernah terjadi.

Kesimpulan ini penulis rangkum menurut apa yang pernah dipandang dan rasakan karena sering berinteraksi menggunakan berbagai macam orang & beraneka kasus di rumah sakit.

Dari berbagai pengalaman yg penulis rasakan & lihat tadi, yg tersulit itu merupakan melayani famili pasien. Sedangkan pasien sendiri lebih banyak didominasi akan patuh terhadap proses pengobatan demi mencapai keadaan kesehatan lebih baik.

Dapat penulis contohkan, jika melayani pasien dan keluarganya yang mempunyai banyak rekanan menggunakan pejabat & orang penting di suatu wilayah, atau pejabat itu sendiri, atau dengan orang yg merasa berkuasa, maka kecenderungannya Perawat wajib siap-siap buat mendapatkan komplain, bahkan mendapat tekanan psikis jika nir memberikan pelayanan memuaskan sinkron standar mereka.

Terkadang, pasien & keluarganya seperti yg penulis maksud tidak segan-segan mengungkapkan kasar dalam Perawat, seraya mengancam akan mempermasalahkan melalui kekuasaan yang ia miliki.

Sebagai Perawat, hal tersebut wajib menjadi perhatian khusus, terkadang Perawat dituntut oleh situasi buat bekerja ekstra demi menjaga marwah keprofesiaanya, termasuk institusi tempatnya bekerja supaya nir dilecehkan. Maka menurut itu, Perawat lebih cendrung menerima keadaan dan siap salah . Padahal secara SOP nir wajib demikian, tidak wajib takut menghadapi. Tapi, fenomena berkata lain.

Kemudian, saat menghadapi famili pasien tidak mampu menerima kenyataan atas meninggalnya famili mereka waktu menjalani perawatan. Meja, pintu dan benda lainnya berpotensi melayang, bahkan bisa tentang Perawat itu sendiri atau petugas lainnya. Namun, hal demikian hanya bisa dimaklumi, lantaran dalam teori proses kehilangan (berduka) Menurut Kubler-Ross (1969) terdapat 5 proses/ tahap yg akan dilalui oleh orang ditinggalkan (keluarga pasien), antara lain:

1.Terjadi Penyangkalan (Denial), yakni menolak buat mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Akan muncul kalimat misalnya ini, ?Tidak, tidak mungkin misalnya itu,? Atau ?Tidak akan terjadi dalam keluarga aku , andai kata kamu....!? Pernyataan demikian, umum dilontarkan sang famili pasien atas kekecewaannya terhadap layanan kesehatan menurut Perawat maupun petugas lainnya yang nir berhasil menolong.

Dua. Marah (Anger),yaitu pada tahap ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal tersebut terjadi sebagai bentuk menutupi rasa kecewa & merupakan menifestasi dari kecemasannya menghadapi kehilangan orang yang beliau sayangi dan cintai.

3. Penawaran (Bargaining), dalam tahap ketiga ini, seseorang berupaya buat mencegah kehilangan. Tapi, apa daya, tidak akan bisa kembalikan keadaan. Akhirnya, berusaha mencari masukan & pendapat berdasarkan orang lain yang ia percaya.

4. Depresi (Depression), yakni saat kehilangan sudah disadari sahih adanya maka akan ada efek konkret menurut makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan buat berupaya melewati kehilangan & mulai berusaha memecahkan kasus.

5. Penerimaan (Acceptance), yaitu Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan terdapat apabila seseorang mampu menghadapi fenomena menurut dalam hanya menyerah & berputus harapan.

Nah, waktu insiden proses kehilangan atau berduka di tempat tinggal sakit, keluarga pasien cendrung berada dalam termin 1 dan2 sebagai akibatnya Perawat sebagai 'ujung tombak' pelayanan akan sebagai sasaran kekecewaan, bahkan diperlakukan kasar. Tetapi, pada umumnya Perawat berusaha memahami, dan berupaya memperbaiki keadaan. Sebab, teori si Kubler-Ross itu selalu didengungkan menjadi bagian dari mekanisme ketika menghadapi pasien dan famili jelang & pasca sakratul maut.

Yah, kira-kira demikianlah hal paling sukar dihadapi Perawat di rumah sakit atau di sarana pelayanan kesehatan. Namun, Perawat dituntut untuk bisa memahami situasi tanpa melakukan perlawanan yang bisa memperburuk keadaan. Padahal sebagaimana yang pernah dituliskan oleh Dudut Tanjung Mahasiswa Keperawatan, Program Doktoral di Universitas Indonesia dalam sebuah artikel dimedianers bahwa, "WHO telah menekankan "zero tolerance" terhadap kejahatan fisik maupun psikis kepada petugas kesehatan saat bekerja."(AntonWijaya)

0 comments:

Post a Comment

close
Banner iklan disini