WHAT'S NEW?
Loading...

Dilema Virus Corona bagi Perantau dan Pemerintah Daerah| Bloggout

Medianers ~ Bersileweran imbauan dari ranah, agar perantau untuk sementara waktu tidak usah pulang kampung. Imbauan tersebut menghadirkan dilema dan polemik, bagi perantau maupun bagi pemerintah daerah di Sumatera Barat, (Sumbar).

Imbauan muncul, bukannya tak berdasar, mengingat penyebaran virus corona kian masif. Tercatat, pada hari Senin, 29 Maret 2020,  di situs resmi pemerintah provinsi Sumatera Barat bahwa, "Orang Dalam Pemantauan (ODP) mencapai 1.898 orang. PDP sebanyak 49 orang, dan positif 9 orang."

Diketahui, pasien positif pertama kali diumumkan masyarakat Bukittinggi, Kamis, 26 Maret 2020. Pasien tersebut kontak menggunakan suaminya yang sebelumnya dari Malaysia. Hal serupa pula dialami sang salah satu pasien positif Covid-19 di Sumbar, ia memiliki riwayat perjalanan dari Jakarta.

Setibanya di Padang, Ia demam, sempat dirawat di rumah sakit,  beberapa hari kemudian, setelah hasil laboratorium keluar. Ia dinyatakan positif. Artinya, virus corona dibawa dari luar daerah. Agar orang di ranah tidak terinfeksi lagi. Maka dilakukan tindakan pencegahan berupa imbauan, agar perantau atau siapa pun tidak perlu pulang ke kampung, demi memutus mata rantai penularan.

Apa daya, orang Minang, (Sumbar) terkenal menggunakan perantaunya, terdapat dimana-mana. 'Beban berat bersinggulung batu' jika melarang perantau pergi kampung, apa lagi waktu ini, situasi krisis pada rantau. Seperti Jakarta & Malaysia. Kalau nir berdagang, kelangsungan hidup perantau jelas terancam. Kondisi itu, juga butuh dukungan dari sanak famili pada ranah.

Mayoritas orang Minang, 'menggalas' kerjanya di rantau. Otomatis, usaha demikian terdampak sang kebijakan 'lock down' negara tetangga, seperti Malaysia. Juga di ibukota Jakarta memberlakukan status darurat corona, warga diimbau buat berdiam pada tempat tinggal . Akhirnya dilaporkan ribuan orang perantau Minang menuju Sumatera Barat.

Seperti di Kabupaten Padang Pariaman, misalnya, dikutip dari situs resmi pemkab Padang Pariaman bahwa, " hingga Minggu (29/03/2020), jumlah perantau yang masuk ke Kabupaten Padang Pariaman terus meningkat mencapai angka 2.744 orang."

Hal senada juga disampaikan oleh Irwan Prayitno Gubernur Sumbar. Ia memperkirakan jumlah pendatang atau perantau yang masuk melalui wilayah perbatasan sudah mencapai ribuan orang sejak mewabahnya isu virus corona. (Sumber: kompas.com). Namun, data pasti berapa jumlah totalnya, tidak disebutkan.

Pemerintah wilayah provinsi Sumatera Barat, didukung oleh pemerintah Kabupaten/ Kota, Tentara Nasional Indonesia, Polri & instansi terkait memberlakukan penjagaan ketat di setiap perbatasan Sumbar. Posko didirikan. Terjadi pengawasan ketat. Kata Gubernur, kebijakan tersebut bukanlah 'lock down' tapi diseleksi yg mau masuk Sumbar.

Sejauh ini, kebijakan tersebut menghadirkan polemik. Terutama di media sosial. Banyak yang mendukung kebijakan pemerintah daerah, dan tak sedikit pula yang menentang. Pendukung menganjurkan karantina wilayah saja. Sementara, sebagian  perantau sangat mengeluhkan kebijakan demikian.

Ya, bagaikan mencari jarum dalam tepung, hendaknya tepung tidak berserakan, dan jarum mampu didapatkan, tanpa tertusuk & terluka. Penulis empati betapa beratnya beban moral, & sosial yg dipikul kepala wilayah demi menjaga keselamatan warga yang dipimpinnya. Juga, betapa peliknya kehidupan yang dirasakan perantau, misalnya maju kena mundur kena.

Bagi perantau ingin pulang kampung, agar mereka tidak sampai ke ranah. Dikirimkanlah mereka biaya untuk penyambung hidupnya dan keluarganya. Di Kabupaten Padang Pariaman, dan Kota Pariaman sudah terbiasa dengan budaya badoncek. Mengumpulkan uang secara spontan.

Selama ini, orang rantau sudah banyak jua membantu orang kampung. Mereka tulang punggung ekonomi keluarga & wilayah, mereka pahlawan devisa. Yang acapkali mengirimkan uang & bantuan ke kampung halaman. Musibah ini, tidak satu pun orang rantau menginginkannya. Hidup mereka terjepit.

Sekedar diketahui, orang di kampung juga nyaris bernasib sama. Harap-harap cemas pula dengan krisis kesehatan, sosial dan ekonomi yang  sedang melanda. Juga sedang mengharapkan bantuan, karena usaha di kampung mulai terimbas seperti halnya di Jakarta dan daerah zona merah lainnya.

Setidak-tidaknya, tiap menurut kita yang punya kelebihan harta, dan memiliki sanak saudara terutama yang tinggal di wilayah zona merah. Tanyakanlah apa kabarnya, apakah ia telah makan? Bantulah mereka, kirimkan uang. Galang dana. Jika itu, memungkinkan. Seandainya nir mampu, kita saling berkirim doa, & saling menguatkan.

Hindari perdebatan, perselisihan, dan saling menyalahkan. Yang sanggup menguras tenaga. Sementara, menggunakan berdebat, dan saling menyalahkan itu, tidak sanggup merubah keadaan. Hendaknya, yuk saling mendoakan, supaya krisis ini cepat berlalu.

Bagi perantau yang telah terlanjur pulang. Mohon ikuti protokol dari pemerintah daerah, jangan dulu membaur di kampung. Lakukan isolasi diri secara mandiri di rumah selama 14 hari. Kemudian laporkan dengan jujur kepada Satgas Covid-19 atau Puskesmas setempat, bahwa 'sanak' baru saja pulang dari rantau. Terakhir, Jaga jarak aman, dan jaga kesehatan di perjalanan. (Nurman)

Baca juga : Cara Mencegah dan Merawat Penyakit Virus Corona di Rumah Secara Mandiri

0 comments:

Post a Comment

close
Banner iklan disini