WHAT'S NEW?
Loading...

Perawat Paling Rentan Hadapi Kekerasan dan Penganiayaan| Bloggout

Diduga, Perawat Berny Fellery Kunu dianiaya & dibunuh sang sekelompok orang bersenjata, ketika menjalankan tugas perawatan komunitas dalam warga pedalaman.Terkait apa motif penghilangan nyawa belum diketahui secara pasti. Yang jelas, tindakan kekerasan yang berakhir dengan kematian tersebut, mendapat kecaman keras menurut Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).

Dan, di bagian barat, tepatnya di Instalasi Gawat Darurat, Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek (RSUDAM) Lampung, terjadi pula penganiayaan dan pengeroyokan terhadap seorang perawat bernama Fery Fadly.

Kasus pengeroyokan ini berawal ketika Fery menyampaikan aturan pada IGD. Diduga, famili pasien tak terima waktu ditegur Fery, agar sanggup tertib, lalu terjadi pengeroyokan sang 4 orang keluarga pasien, hingga Fery dirawat. Sementara masalah ini sedang pada proses pengusutan sang pihak kepolisian.

Selanjutnya, pada tanggal 15 Maret 2018, terlihat jelas rekaman CCTV pengeroyokan terhadap Perawat oleh tiga orang keluarga pasiensaat bertugas di salah satu rumah sakit di daerah Sulawesi Utara.

Saat Medianers konfirmasi via messenger, Perawat bernama Asael Saerang mengaku, " masalah pengeroyokan terhadap aku , sudah ditangani oleh pihak yg berwajib dan ketika ini para pelaku sebesar 3 orang sudah ditahan di Polres. Sekarang Saya sedang menunggu untuk panggilan berikutnya," kentara beliau.

National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH), yaitu sebuah Lembaga Keselamatan dan Kesehatan Kerja berbasis di Amerika Serikat yang fokus meneliti dan berjuang menegakan Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja menyatakan, bahwa kekerasan di rumah sakit dapat terjadi pada siapa saja, baik perawat, dokter maupun pekerja lainnya (tenaga administrasi,petugas kebersihan maupun petugas keamanan).

"Namun, karena perawat yang lebih seringkali kontak pribadi dan menghabiskan saat lebih usang dengan pasien dan keluarganya, maka perawat yg paling rentan mengalami kekerasan dibanding profesi lain," kata NIOSH, sebagaimana tertuang pada latar belakang penelitian, Stanly Rawung, Jimmy Panelewen, dan Steven R. Sentinuwo berdasarkan Universitas Sam Ratulangi Manado, berjudul, "Faktor - Faktor yg Berhubungan menggunakan Kekerasan pada Perawat Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit di Kota Manado." yg dipublikasikan pada ejournalhealth.Com terbitan tahun 2017.

Banyak faktor sebagai pemicu terjadinya kekerasan dalam Perawat pada loka kerja. Salah satunya, karena kontak dengan publik yang begitu luas & akses terbuka hingga 24 jam membuahkan Perawat dan petugas kesehatan lainnya berisiko mengalami kejahatan di tempat kerja.

Faktor risiko lainnya, misalnya diutarakan NIOSH, merupakan lantaran lingkungan fisik pelayanan kesehatan yg kurang baik, ruangan tunggu yg tidak nyaman dan terlalu padat, jumlah staf yg kurang, petugas kemanan yang kurang, akses publik yg tidak dibatasi, kurangnya pelatihan buat mengenal & menghadapi potensi kekerasan, adanya peningkatan jumlah pasien yang menderita sakit mental akut dan kronis yang tiba berobat ke IGD.

Di Indonesia, data niscaya jumlah kekerasan pada Perawat belum terekap dengan baik, sebagaimana disampaikan, Stanly Rawung,dkk pada pembahasan penelitiannya,"kekerasan di tempat kerja di sektor kesehatan pada Indonesia sendiri masih belum banyak dilaporkan,dibahas dan diteliti. Data spesifik mengenai insiden kekerasan pada tempat kerja terhadap dokter dan perawat juga petugas kesehatan lainnya pada Indonesia masih sulit ditemukan.

Meskipun demikian, liputan tentang pelecehan secara lisan, dan Kekerasan terhadap Perawat, & tenaga kesehatan lainnya baik di media sosial maupun browsing pada Google sangat mudah dan banyak ditemukan. Satu bulan terakhir saja (Maret-April 2018), telah ada 3 warta penganiayaan pada Perawat, bahkan satu orang berakhir kematian, sebagaimana pengantar goresan pena di atas.

Kekerasan terhadap para petugas kesehatan dan Perawat pada tempat kerja merupakan masalah berfokus dan preseden buruk bagi pelayanan kesehatan ke depannya, jika nir diatasi dengan baik sang seluruh pihak.

"Kekerasan pada loka kerja dapat mengakibatkan berbagai efek tidak baik bagi pekerja itu sendiri," kata Jabbari-Bairami (2013) dalam jurnal ilmiah yg diterbitkan International Journal of Hospital Research, Volume dua, No.1, Halaman 11-16.

Dampak buruk yang dimaksud, adalah baik fisik, psikologis, sosial juga keuangan, antara lain kehilangan waktu kerja, ketidakpuasan kerja, berhenti menurut pekerjaan, penurunan kinerja, tertekan, cemas, dan gangguan tertekan paska trauma.

Mengutip berdasarkan penelitian Stanly Rawung,dkk, bahwa menyarankan, "bagi manajemen tempat tinggal sakit, penting buat memberikan pendidikan dan training bertujuan buat meningkatkan kemampuan komunikasi yg efektif dan penerapan teknik deeskalasi buat mencegah terjadinya tindak kekerasan dari pasien maupun keluarganya demi keselamatan petugas juga pasien."

Disarankan jua tiap-tiap rumah sakit perlu membuat sistem pelaporan tertulis mengenai kekerasan yang dialami oleh petugas kesehatan di tempat tinggal sakit, sehingga bisa sebagai data aktual buat mengenal potensi.

Sementara itu, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menegaskan zero tolerance terhadap tindakan kekerasan dalam insan kesehatan yang bertugas dimana saja. Zero tolerance, merupakan sebuah kebijakan yg menaruh sanksi berat bagi para pelanggar suatu anggaran, dengan tujuan menyingkirkan para pelanggar tanpa pandang bulu.

0 comments:

Post a Comment

close
Banner iklan disini